Achmad Muhlisin (17), salah satu Mubaligh termuda di Pulau Bangka.

Pangkalpinang – Guru ngaji biasanya sudah berkeluarga, dan umurnya relatif dewasa, di atas 30 tahun.

Berbeda halnya dengan yang terjadi di Masjid Ar-Royyan, Semabung lama, Kota Pangkalpinang, kamis malam (16/2/2017) yang sedang berlangsung pengajian hadist Shohih Bukhori.

DPW LDII Babel rutin mengelar pengajian pembinaan Mubaligh/Mubalighoh yang berjumlah 30-an orang peserta, dan kebanyakan Mubaligh/Mubalighoh di LDII banyak yang masih tergolong Remaja.

Sebut saja salah satunya bernama Achmad Muhlisin, Remaja berumur 17 tahun ini sudah menyandang gelar Mubaligh sejak berumur 16 tahun.

Alumni Pondok Pesantren (Ponpes) Minhajurrosyidin, ini berasal dari Kampung Dul, Pangkalanbaru, Bangka Tengah yang sekarang menghabiskan sisa pengabdiannya yang kurang 3 bulan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Qudrotul Kudsi binaan PC LDII Gabek.

“Saya mondok di Ponpes semenjak umur 15 tahun, tergolong masih muda sih, tapi itu semua pilihan saya, karena dulu bercita-cita ingin jadi Mubaligh, dan alhamdulillah sekarang sudah menjadi mubaligh diusia 16 tahun,” kata Achmad kepada Biro KIM LDII Babel.

Abror Fauzan (20) sedang fokus menyimak materi yang disampaikan oleh Ketua Mubaligh di Masjid Ar-Royyan, Semabung Lama, Pangkalpinang

Mereka ditugaskan dari Pondok Pesantrennya untuk mengabdi selama kurun waktu satu tahun setengah di Pulau Bangka, rata-rata mereka berumur 16-22 tahun, dan didominasi Mubaligh & Mubalighoh berusia 20 tahun.

Usia 16-22 tahun umumnya untuk berfoya-foya dan malas mencari ilmu, namun di LDII sudah menjadi hal biasa Mubaligh & Mubalighohnya dari kalangan Remaja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *